Keharusan Ibu Hamil Mengambil Rukhsoh Di Bulan Ramadhan
BISMILLAH HIRROHMAAN NIRROHIM
As salaam mu’alaikum waroh matulloohi wabarokaatuh
Segala puji milik Alloh Rob semesta alam yang telah menurunkan kebenaran yang mutlak untuk sebuah kemaslahatan mahluknya. Solawat serta salam semoga Alloh curahkan kepada Nabi Muhammad saw dan para keluarganya serta sahabat-sahabatnya begutujuga para pengikutnya yang istiqomah didalam memperjuangkan kemurnian Islam sampai akhir jaman.
Kami dari kolektif konrta teroris ingin memberikan sebuah penjelasan yang sesuai dengan pandangan Al qur’an dan As sunnah mengenai keharusannya seorang ibu hamil mengambil rukhsoh di bulan Romadhon( untuk tidak puasa di bulan Romadhon ) yang sedang hangat di bica oleh beberapa kalangn aktifis dakwah Islam pada saat ini, yaitu dengan penjelasan-penjelasan yang dimulai daripada setruktur kalimat bahasa arab yang ada pada ayat tersebut melalui qowq’idu lughoh atau tata bahasa ( ilmu nahwu dan ilmu shorof ), as sunnah.
Sodara – sodara seiman, sebelum kami jelaskan permasalahan di atas sebaiknya mari kita sama – sama pahami terlebih dahulu susunan kalimat yang ada pada ayat 184 dari surat Al baqoroh di bawah ini.
Ayyaamam ma’duudaat, faman kaana minkum mariidhon au ‘alaa safarin fi’id datum min ayyaamin ukhor, wa ‘alalajiina yutiiquunahu fidyatun tho’aamum miskiinfanan ta thowwa’a khoiron fahuwa khoirun lahu, wa antasuumuu khoirun lakum in kuntum t’alamuun.
Artinya: ( yaitu ) beberapa hari tertentu. Maka siapa saja di antara kamu sakit atau dalam perjalanan ( lalu tidak berpuasa ), maka ( wajib mengganti ) sebanyak hari ( yang dia itu tidak berpuasa ) pada hari-hari yang lain. Dan bagi mereka yang terbebani menjalankannya ( puasa ), wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan satu orang miskin. Akantetapi siapa saja yang memberikan dengan sukarela ( lebih dari satu ) mengerjakan kebajikan ( membayar fidyah atau memberimakan orang miskin ), maka itu lebih baik baginya ( orang yang mengerjakan kebajikan tersebut ), dan jika kamu semua berpuasa itu lebih baik bagi kamu semua jika kamu semua mengetahui.
Sebelum membeberkan hadis hadis yang menguatkan keutamaan perintah wajib ruqsoh dan sebagainya dalam ayat ini. Mari kita posisikan terlebih dahulu posisi kalimat dan struktur bahasa arab dari ayat ini di lihat dari tata bahasanya yang terdiri dari isim (kata benda), fiil (kata kerja), dhomir (kata ganti) yang ada dalam kalimat kalimat pada ayat ini. Agar kita mengerti kepada siapa dan untuk siapa kewajiban rukshoh itu di berikan dan juga dalam posisi apa ayat ini diturunkan dan ditujukan.
Pada saat ayat ini di turunkan posisi penjelasan ayat ini terdiri dari dua pihak yaitu orang pertama (dhomir mutakalim) yaitu orang yang menjelaskan, yang tidak lain adalah Rasulullah Saw sendir sebagai penerima wahyu kemudian orang kedua (dhomir mukhotob) yaitu orang yang diajak bicara langsung didepan kita ) dan orang ketiga ( domir ghoib) yaitu orang yang di bicarakan, yang tidak ada di hadapan kita atau yang tidak langsung mendengarkan penjelasa wahyu ini yang disampaikan oleh Rasulullah Saw.
Menurut peninjauan Al qur’an dengan memahami kalimat pembuka (pertama) dalam ayat ini sesuai dengan tata bahasa arab / nahwu dan shorof
Pada kalimat yang berbunyi Maka barang siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang kamu tidak berpuasa) pada hari – hari yang lain. Atau dalam bahasa arabnya berbunyi Fa man kaa na minkummariidhon au ‘alaa safari fa’iddatummin ayaa min ukhor.
Dalam kalimat Fa man kaa na minkum ini terdapat kata kum yang merupakan dhomir mukhotob (orang kedua). Jika kita memahami posisi kalimat ini jelas bahwa penjelasan Rasulullah tentang wahyu surat Al Baqoroh ayat 184 di kalimat pembuka ini adalah penjelasan langsung beliau (orang pertama) kepada orang yang ada di depannya pada saat itu (orang kedua).
Maka dari sini sudah cukup jelas bahwa kalimat Fa man kaa na minkummaridhon au ‘alaa safari fa’iddatummin ayaa min ukhor adalah penjelasan kepada orang kedua (dhomir mukhotob) yaitu orang yang saat itu mendengar langsung Rasulullah Saw menyampaikan wahyu ini. Dan domir yang ada pada kalimat – kalimat ini serasi dengan domir – domir yang ada pada kalimat – kalimat yang terdapat dalam ayat seblumnya yang menjelaskan tentang diwajibkannya puasa yang terdapat di dalam ayat 183 nya yaitu a’laikum, qoblikum, la’alakum dan domir antum yang ada pada kalimat tataquun.
Memahami kalimat kedua dalam ayat ini
Setelah kita memahami kata domir mukhotob yang ada pada kalimat diatas, maka kita selanjutnya akan menjelaskan kata domir goib ( orang ketiga yaitu yang di bicarakan yang tidak ada di hadapan Rosululloh saw pada saat itu ). Lalu setelah kalimat tersebut kita mendapati terjemahan selanjutnya yang berbunyi: Dan bagi mereka (yaitu orang-orang ) yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Atau dalam bahasa arab al qur’annya berbunyi wa ‘alalladzina yutiquu nahu fid ya tun to’aa mu miskiin.
Sahabat – sahabat se iman yang dimuliakan dalam kemuliaan Islam
Sesungguhnya perbedaan pendapat itu terjadi dimulai dari kalimat ini, dan kebanyakan pertanyaannya dimanakah kalimat yang mengatakan wajib itu?.
Namun setelah kita memahami domir yang ada pada kalimat Fa man kaa na minkummaridhon….. yang di tunjukan kepada orang kedua. Maka adapun susunan nahwu sharraf atau domir pada kalimat wa ‘alalladzina yutiiquu nahu fid ya tun to’aa mu miskiin. jika kita mulai mengkaji dari kalimat yutiiquu nahu. Dalam kalimat ini dhomir yang hadir bukan dhomir mukhotob (orang kedua) tapi dhomir ghoib (orang ketiga) karena dasar kata yang ada bukan kum tapi hum yang terdapat dalam kalimat fi’il mudhori yutiiquuna yang asalnya yutiiqu (mengandung domir huwa yang artinya dia seorang laki-laki) yutiiqooni (mengandung domir huma yang artinya mereka dua orang laki-laki) yutiiquuna (mengandung domir hum yang artinya mereka laki-laki) . Maksud dari hum (dhomir ghoib) disini adalah orang yang dimaksud rasulullah saw dalam penjelasannya kepada orang kedua tidak hadir dan tidak mendengarkan langsung dari beliau. Dalam artian bahasa Indonesia jika orang kedua adalah kalian maka orang ketiga itu adalah mereka. Orang yang dibicarakan tapi tidak ada pada saat itu.
Maka secara jelas dan gamblang ayat ini menjadi mudah dimengerti bahwasanya orang – orang yang berat itu bukanlah orang – orang yang dimaksudkan dalam kalimat pertama yaitu ‘barang siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan’ melainkan orang lain yang tidak hadir disitu. Karena dhomirnya sudah berbeda yang satu dhomir mukhotob yang kedua dhomir ghoib. Apabila ada orang yang mengatakan bahwa setelah kata alladziina yutiiquu nahu itu ada kata yang terbuang maka pendapat itu terlalu mengada- ngada,
karena kitab tafsir manapun juga tidak ada yang menjelaskan bahwa adanya sebuah kata yang terbuang. Adapun kata alladziina dengan kata mudjakar, ini bukan berarti khusus untuk mudjakar saja akan tetapi melingkupi muanas juga sebagaimana kata-kata alladziina yang ada pada ayat tentang perintah wajib saum itu sendiri. Bahkan di ayat-yaat yang lain banyak sekali perintah untuk melaksanakan sebuah kewajiban dengan di awali kata-kata tersebut dan pada perkteknya laki-laki yang beriman maupun perempuan yang beriman mengamalkannya dan pengamalannya tidak di monovoli oleh laki-laki dikarenakan menggunakan alladziina. Diantaranya tentang kewajiban memasuki Islam secara kaafah atau mendirikan sholat dan masih banyak contoh-contoh yang lainnya.
Jadi kalimat wa ‘alalladzina yutiquu nahu fid ya tun to’aa mu miskiin bukanlah memiliki maksud sama dengan kalimat yang sebelumnya yaitu Fa man kaa na minkummaridhon au ‘alaa safari fa’iddatummin ayaa min ukhor karena dhomir yang dipakai sudah berbeda. Sekali lagi saya tegaskan kalimat pertama menggunakan dhomir kum (orang kedua) sedangkan kalimat selanjutnya menggunakan dhomir hum (orang ketiga). Jadi ini memiliki makna yang terpisah dan berbeda orang. sedangkan yang dimaksud dengan domir hum (domir goib yaitu orang ketiga atau yang di bicarakan) yaitu sebagaimana yang Rosululloh saw jelaskan dalam hadis-hadisnya, di antaranya:
Dari ‘Atho dia mendengar Ibnu ‘Abbas membaca ( wa ‘alalladzina yutiquu nahu fid ya tun to’aa mu miskiin ) Dberkata Ibnu ‘Abbas : ayat ini tidak dihapus. Dan ia itu (yang dimaksud dengan ayat diatas)untuk kake yang jompo,nenekyang jompomereka berdua tidak bisa puasa. Maka mereka berdua memberi makan seharinya dua orang miskin. ( HR. Bukhori )
Dan dari Ikrimah bahwasannya Ibnu ‘Abbas berkata telah di tetapkan ( harus mengambil fidyah ) untuk wanita hamil dan wanita menyusui. ( HR. Abu Daud )
Dari Anas bin Malik Al K’abi sesungguhnya Rosululloh saw telah berkata: sesunguhnya Alloh telah mengangkat atau menggugurkan kewajiban puasa dan separo solat dari orang yang berada di dalam bepergian: dan ( mengugurkan kewajiban puasa ) dari wanita hamil dan menyusui. (HR. Imam yang lima)
Kata-kata wado’a yang terdapat dalam hadis di atas lebih tepat diartikan menggugurkan atau mengangkat sebagaimana yang terdapat dalam qomus munjid atau kamus-kamus Bahasa Arab lainnya.
Lalu dimana letak perintah wajib dalam ayat ini? Bukankah dalam ayat ini tidak ada kata wajib?
Sahabat – sahabatku yang dimuliakan dalam kemuliaan Islam…
Sesungguhnya keutamaan menafsirkan al qur’an harus dimulai dari hal paling mendasar yaitu bahasa arab dan strukturnya (nahwusharraf).
Maka jika kita paham dan jeli memerhatikan kalimat wa ‘alalladzina yutiquu nahu fid ya tun to’aa mu miskiin dari sini terdapat kalimat wa ‘alalladzina yang sebenarnya pada kalimat ‘alalladzina ini mengandung unsur isim (kata benda) dan fiil amr (kata kerja perintah) dan kalimat yang mengandung isim fiil amr ini disebut kalimat perintah. ‘ala dalam kalimat ‘alalladzina di sini mengandung unsur perintah karena dia adalah fiil amr. Disini langsung bisa dipastikan bahwa bagi orang – orang yang berat mengambil ruksoh adalah wajib karena ini adalah perintah dari Allah Swt.
Jadi orang – orang yang mendengarkan langsung dari Rasulullah saw tentang penjelasan ayat Fa man kaa na minkummaridhon au ‘alaa safari fa’iddatummin ayaa min ukhor ini (orang kedua) termasuk ke dalam golongan pertama. Hukum bagi mereka dalam hal ruqsoh ini adalah mubah atau mereka boleh memilih puasa atau ruksoh dengan melihat kondisi si sakit dan si musafir.
Namun pada hukum bagi orang ketiga yang dijelaskan oleh rasulullah saw wa ‘alalladzina yutiquu nahu fid ya tun to’aa mu miskiin kepada orang kedua tadi yaitu orang – orang yang berat adalah wajib untuk mengambil ruqsoh. Karena kalimat ini merupakan kalimat perintah atau penekanan dari Allah Swt bahwa mereka harus mengambil ruqsoh dengan membayar fidyah dan suka atau tidak suka Allah menganggap mereka orang – orang yang berat. Walaupun tidak ada kata wajib. Sebuah kalimat perintah (isim fiil amr) adalah tetap bermakna wajib! Dan mereka disebut golongan kedua dalam ayat ini.
Memahami kalimat ketiga dalam ayat ini
Namun setelah kalimat wa ‘alalladzina yutiquu nahu fid ya tun to’aa mu miskiin terdapat kalimat lain lagi yang berbunyi: Tetapi siapa saja dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya yang dalam bahasa arabnya berbunyi fa man ta thowwa ‘a khoyron fahuwa khoyrullahu.
Dan dikuti oleh kalimat penutup dalam ayat ini yang berbunyi: dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui yang dalam bahasa arab al qur’annya adalah wa an ta suu muu khoyrullakum in kuntum ta’lamuun.
Pada kata fa man yaitu kata man di sini merupakan isim mausul maka ia bermakna siapa saja. Nah pada kalimat inilah sering terjadi perbedaan pendapat. Apakah kalimat fa man ta thowwa ‘a khoyron fahuwa khoyrullahu yang seakan mewajibkan siapa saja untuk lebih baik memilih puasa ini memansuhkan (menghapus/membatalkan) perintah wajib pada kalimat sebelumnya yaitu wa ‘alalladzina yutiquu nahu fid ya tun to’aa mu miskiin ? Ternyata ada yang sering dilupakan orang dalam ketelitian menyimak kalimat ini.
Yaitu pada kalimat wa ‘alalladzina yutiquu nahu fid ya tun to’aa mu miskiin. Pada kata nahu dalam kalimat wa ‘alalladzina yutiquu nahu fid ya tun to’aa mu miskiin merupakan dhomir ghoib (orang ketiga), coba kita selaraskan dengan kalimat selanjutnya yaitu fa man ta thowwa ‘a khoyron fahuwa khoyrullahu, di kata terakhir kalimat ini kita temukan kata lahu yang juga merupakan dhomir ghoib (orang ketiga). Nah kata domir dari lahu tidak mungkin bertolak belakang atau sampai melakukan iltifat (loncat – loncat) dalam meneruskan sebuah kalimat. Dhomir ghoib (orang ketiga) pastilah berhubungan dengan dhomir ghoib juga. Begitu juga dhomir mukhotob (orang kedua) pastilah berhubungan dengan dhomir mukhotob juga.
Maka kalimat fa man ta thowwa ‘a khoyron fahuwa khoyrullahu sebenarnya adalah lanjutan dari kalimat wa ‘alalladzina yutiquu nahu fid ya tun to’aa mu miskiin. Yang kalau kita mau susun ulang menjadi wa ‘alalladzina yutiquu nahu fid ya tun to’aa mu miskiin. fa man ta thowwa ‘a khoyron fahuwa khoyrullahu.
Dari sini bisa ditemukan alasan kenapa beberapa terjemahan ayat – ayat Al Qur’an di Indonesia ada yang salah atau ada yang tidak tepat dan sehingga pemahaman yang salah! Terjemahan yang awalnya berbunyi
“Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi siapa saja dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya”
beberapa terjemahan kalimat di atas jelas ada yang salah, karena struktur kalimat telah membiaskan posisi orang kedua dan orang ketiga dalam bahasa arab al qur’annya. Dan seharusnya yang benar adalah :
“Dan bagi mereka (orang-orang) yang berat menjalankannya ( puasa ), wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi siapa saja (yang dia itu) dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik bagi dia”
Inilah bentuk terjemahan yang tepat. Karena susunan dhomir ghoibnya jadi selaras tidak terjadi iltifat.
Memahami kalimat penutup dalam ayat ini
Sedangkan kalimat penutup dari ayat ini yaitu wa an ta suu muu khoyrullakum in kuntum ta’lamuun ini tidak mengandung dhomir ghoib melainkan dhomir mukhotob yang dimana pembicaraannya kembali lagi ke masalah yang pertama yaitu domir mukhotob ( orang yang berada di hadapan Rosululloh saw yang sedang mendengarkan ayat ini di bacakan oleh beliau ) karena kata ganti yang digunakan adalah antum yang ada pada fi’il mudore tasuumuu, kuntum dan t’a lamuun dan kum yang ada pada lakum yang bermakna kamu semua.
Jadi jelas kalimat wa an ta suu muu khoyrullakum in kuntum ta’lamuun adalah penjelasan dan penekanan dari Fa man kaa na minkummaridhon au ‘alaa safari fa’iddatummin ayaa min ukhor dan penjelasan terhadap domir-domir mukhotob yang ada pada kalimat-kalimat perintah puasa yang terdapat pda ayat 183 nya. Karena dhomir yang digunakan pada kalimat ini adalah sama sama dhomir mukhotob atau kata lain dari orang kedua.
Maka jika disusun ulang terjemahan Al Quran surat Al Baqoroh : 184 ini yang benar adalah
“(yaitu) beberapa hari tertentu. Maka siapa saja di antara kalian semua sakit atau dalam perjalanan (tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang kalian tidak berpuasa) pada hari – hari yang lain. Dan bagi mereka ( orang-orang ) yang berat menjalankannya (puasa ), wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi siapa saja (bagi dia ) dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik bagi dia, dan puasa kalian semua itu lebih baik bagi kalian semua jika kalian semua mengetahui” Al Baqoroh : 184
Disinilah bukti adanya kecacatan dalam menterjemahkan beberapa ayat yang terdapat di dalam Al Qur’an yang ada di Indonesia. Dan ini adalah kesalahan penerjemahan yang akan menimbulkan kesesatan dalam kebanyakan orang.
Menurut peninjauan as sunnah dan pemahaman para sahabat
Setelah kita memahami kalimat perkalimat yang ada pada ayat 184 dari surat al baqoroh melalui Ilmi nahwu dan Ilmu shorof mengenai wajibnya wanita hamil dalam masalah puasa. Maka akan kita jelaskan sesuai dengan as sunnah begitujuga pemahaman sahabat dalam menangapi ayat tersebut.
Dari Ibnu ‘Abbas , mengenai perkataan Alloh ‘azza wajalla: wa ‘alalladzina yutiquu nahu fid ya tun to’aa mu miskiin. Yutiiquunahu : yukallifuunahu (orang-orang yang mendapatkan beban untuk puasa ). Membayar fidyah dengan memberi makan satu orang miskin: maka siapa saja yang dengan kerelaan hatimengerjakan kebajikan itu . yaitu dengan memberikan makan orang miskin yang lainnya. Ayat ini tidaklah dihapus. maka itu lebih baik baginya.dan jika kamu semua puasa maka itu lebih baik bagi kamu semua, tidak ada rukhsoh dalam hal ini kecuali untuk orang yang tidak sanggup puasa, atau orang sakit yang tidak sembuh-sembuh. ( HR. Bukhori )
Dari Anas bin Malik salah seorang lelaki di antara mereka datang kepada nabi saw ke madinah dan pada saat itu Nabi saw sedang makan siang , maka Nabi saw berkata kepadanya: Marilah makan siang .” lalu ia berkata “ sesungguhnya aku sedang berpuasa.” Maka Nabi saw berkata: “ Sesungguhnya Alloh azza wajalla membebaskan / menggugurkan puasa dan setengah sholat dari orang yang bepergian dan dari wanita yang sedang hamil dang yang menyusui. ( Sunan Nasai hadist hasan )
Dari ‘Atho dia mendengar Ibnu ‘Abbas membaca ( wa ‘alalladzina yutiquu nahu fid ya tun to’aa mu miskiin ) Dberkata Ibnu ‘Abbas : ayat ini tidak dihapus. Dan ia itu (yang dimaksud dengan ayat diatas)untuk kake yang jompo,nenekyang jompomereka berdua tidak bisa puasa. Maka mereka berdua memberi makan seharinya dua orang miskin. ( HR. Bukhori )
Dan dari Ikrimah bahwasannya Ibnu ‘Abbas berkata telah di tetapkan ( harus mengambilfidyah ) untuk wanita hamil dan wanita menyusui. ( HR. Abu Daud )
Dari Anas bin Malik Al K’abi sesungguhnya Rosululloh saw telah berkata: sesunguhnya Alloh telah mengangkat atau menggugurkan kewajiban puasa dan separo solat dari orang yang berada di dalam bepergian: dan ( mengugurkan kewajiban puasa ) dari wanita hamil dan menyusui. ( HR. Imam yang lima )
Kata-kata wado’a yang terdapat dalam hadis di atas lebih tepat diartikan menggugurkan atau mengangkat sebagaimana yang terdapat dalam qomus munjid atau kamus-kamus Bahasa Arab lainnya. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin.
Telah dipaparkan secara nyata oleh hadis hadis diatas. Bahwasanya ada 4 golongan manusia yang telah Alloh tetapkan sebagai orang yang berat menjalankan shaum atau tidak mampu melakukan shaum, dan kewajiban shaumnya dig anti dengan kewajibn mengambil rukhsoh yaitu dengan membayar fidyah. Mereka adalah:
1. Orang sakit yang menahun atau tidak bisa disembuhkan dalam tempo waktu
nisfu s’aban
2. Wanita hamil
3. Wanita menyusui
4. Orang tua lanjut usia/sudah sepuh baik laki laki maupun perempuan.
Adapun penjelasan tentang lamanya wanita hamil dan menyusui haram tidak boleh shaum adalah selama ia mengandung (hamil) hingga masa 2 tahun kewajiban dia menyusui.
“Dan ibu – ibu hendaklah menyusui anak – anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna“ Al Baqoroh : 233
Sekalipun keempat orang ini merasa mampu, atau kata dokter tidak apa – apa. Namun siapakah yang pantas melawan ketetapan Allah Swt. Sungguh sesuatu yang baik dimata manusia itu belum tentu baik dimata Allah Swt.
Dan sebagaimana yang telah di jelaskan oleh Ibnu Abba itu sendiri bahwa yang dimaksud dengan wa ‘alalladzina yutiquu nahu fid ya tun to’aa mu miskiin adalah orang-orang yang termasuk kedalam empat golongan yang harus mengambil fidyah, dan dengan penjelasan inilah bahwa pengambilan pembyaran fidyah bagi mereka itu sesuatu yang diharuskan, dan ini adalah pengganti puasa yang diwajibkan kepada mereka bukanlah rukhsoh. Adapun dua orang lagi selain yang empat orang yaitu musafir dan yang sakit maka bagi mereka puasanya itu sebagai pilihan ( boleh mengambil rukhshoh atau tidak ),tapi walaupun demikian juga jika mereka itu dalam kondisi darurat maka pengambilan rukhsoh itu bisa menjadi hukumnya wajib.
Dan juga apabila kita menyamakan ibu hamil dengan seorang anak yang berusia 5 thn atau 7 thn yang sebagaimana pada jaman Rosululloh saw atau setelahnya mereka semua mengharuskan untuk mendidik anak-anaknya agar puasa, maka itu adalah sebuah kekeliruan dan yang demikian itu sama sekali tidak bisa dijadikan alasan di dalam permasalahan ini.
“Dan ikutilah apa yang diwahyukan padamu, dan bersabarlah hingga Allah member keputusan. Dialah hakim terbaik" Yunus :109
“Alloh mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan, dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. Dan segala sesuatu pada sisinya ada ukuran.”
Ar r’od : 8
sebuah keringanan yang langsung Alloh berikan kepada hamba-hambanya itu, maka itu adalah sebuah anugrah yang besar yang harus kita ambil. Karena apabila kita mengerjakannya ataupun tidak, semuanya itu akan mendapatkan ganjaran juga. Dan Alloh itu tidak akan membebani hamba-hambanya dengan beban yang dia itu tidak sanggup untuk memikulnya. Wallohu ‘alam bis sowab
Bagi siapa saja yang menginginkan untuk mendiskusikan permasalahan ini maka kami insya Alloh akan menerimanya dengan sepenuh hati. Semoga Alloh selalu membingbing kita semua di atas jalan yang lurus. Segala puji milik Alloh Rob semesta alam.
insya Allah bersambung...
Wallohu ‘alam bis sowab.
Langganan:
Postingan (Atom)